PENGERTIAN, DEFENISI
MENURUT ISTILAH DAN BAHASA
I.
Pengertian Shalat
Secara etimologi
shalat berarti do’a dan secara terminology istilah, para ahli fiqih mengartikan
secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya
kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang telah ditentukan (Sidi
Gazalba,88)
Adapun secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau “mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya” (Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan denga perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
II.
Pengertian Zakat
Pengertian
Zakat Hubungan
pengertian antara zakat menurut bahasa dan zakat menurut
istilah sangat nyata
dan erat sekali ialah harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah,
tumbuh, berkembang, bertambah, suci dan beres (baik) sebagaimana dinyatakan
dalam surat At Taubah: 103 dan surah ar-Ruum: 39.
Pengertian
zakat menurut bahasa
(lughat) berasal dari bahasa Al Arab yang berbunyi zakat (Al Zakat).
Jika ditinjau dari sudut bahasa, zakat memiliki makna suci, tumbuh, berkah, dan
terpuji. Firman Allah SWT, “ Ambillah dari harta mereka sedekah (zakat) untuk
membersihkan mereka serta menghapuskan kesalahan mereka” (Q.S. At Taubah [9]:
103).
Sedangkan pengertian zakat menurut istilah (syara’) adalah nama suatu
ibadah yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta
milik sendiri kepada orang yang berhak menerimanya menurut yang ditentukan
syariat Islam.
Dari pengertian zakat di atas, melaksanakan zakat berarti bukan saja hanya
membersihkan harta, namun zakat adalah merupakan sebuah ibadah yang wajib bagi umat
Islam untuk dikerjakan. Sehingga, dengan zakat mampu membuktikan kepada Allah
SWT, bahwa kita adalah hamba yang taat akan perintah-Nya, sehingga harta kita
menjadi berkah dan melimpah.
III.
Pengertian Haji
Haji
menurut bahasa berarti menyengaja sesuatu. Sedangkan menurut syara haji adalah
menyengaja atau sengaja mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah
dengan syarat-syarat tertentu.
Perlu
diketahui bahwa sebagian praktek ibadah haji adalah ibadah badaniah dan
disunatkan membaca doa-doa tertentu. Dengan menunaikan ibadah haji berarti kita
harus meninggalkan rumah tangga, harta benda, sanak saudara, pekerjaan dan
tanah air. Untuk itu diperlukan badan sehat dan biaya yang tidak sedikit, oleh
karena itu betapa besar pahala haji bagi yang melaksanakannya dengan baik dan
benar. Berikut
1.
Ibadah haji mempunyai
mempunyai persyaratan tertentu, berbadan sehat, ada biaya, tersedia kendaraan,
dan aman di pelajaran.
2.
Selama menunaikan
ibadah haji itu dilarang bersetubuh (dengan istri / suami), berkata kasar dan
berbuat maksiat.
3.
Dengan ibadah haji
diampuni dosanya dan mendapat balasannya.
4.
Berdosa bagi muslim
yang sudah memenuhi persyaratan, akan tetapi tidak menunaikan ibadah haji.
IV.
Pengertian Puasa
Definisi – Pengertian
Puasa
Secara
etimologi (bahasa), makna puasa adalah menahan. Dalam bahasa arab, orang yang
diam disebut dengan sha’im “orang yang berpuasa”. Karena ia menahan diri dari aditsraan,
seperti dalam firman Allah Ta’ala tentang Maryam :
“Jika
kamu melihat seorang manusia, katakanlah, “Sesungguhnya saya telah bernazar
puasa untuk Allah yang Maha Pemurah, maka saya tidak akan berbicara dengan
seorang manusia pun pada hari ini. (Maryam:26)
Adapun
secara terminologi (istilah), puasa adalah menahan sesuatu pada waktu tertentu
oleh orang tertentu dari perkara-perkara spesifik yang disertai dengan niat.
V.
Pengertian Thahara
Thaharah
dalam al-Mu’jam al-Wasith, kata thaharah yang berasal dari kata Thahura-Thuhuran
berarti suci atau bersih. Thaharah yang berarti bersih (Nadlafah), suci
(Nazahah), terbebas (Khulus) dari kotoran (Danas).
Menurut
istilah, thaharah berarti membersihkan diri dari segala kotoran, baik itu
kotoran jasmani maupun kotoran rohani. Sebagaimana pengertian menurut syara’,
yaitu menghilangkan hadas atau najis, atau perbuatan yang dianggap dan
berbentuk seperti menghilangkan adits atau najis (tapi tidak berfungsi
menghilangkan adits atau najis) sebagaimana basuhan yang kedua dan ketiga,
mandi adits, memperbarui wudlu, tayammum, dan lainlainnya yang kesemuanya
tidak berfungsi menghilangkan adits dan najis.
MANFAAT SHALAT,
PUASA, ZAKAT, HAJI DAN THAHARAH
I.
Manfaat Shalat
Beliau
shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
.…
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى
خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ
Islam
dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
disembah dengan benar kecuali Allâh dan Nabi Muhammad adalah utusan Allâh,
menegakkan shalat….
(HR
Bukhâri dan Muslim)
Perlu
kita ketahui bahwa setiap amal shalih membawa pengaruh baik kepada
pelaku-pelakunya. Pengaruh ini akan semakin besar sesuai dengan keikhlasan dan
kebenaran amalan tersebut. Dan pernahkah kita bertanya, “Apakah manfaat dari
shalatku?” atau “Sudahkah aku merasakan manfaat shalat?”
Imam
Hasan al-Bashri rahimahullâh pernah mengatakan:
“Wahai,
anak manusia. Shalat adalah perkara yang dapat menghalangimu dari maksiat dan
kemungkaran. Jika shalat tidak menghalangimu dari kemaksiatan dan kemungkaran,
maka hakikatnya engkau belum shalat”.
Dari
nasihat beliau ini, kita bisa memahami bahwa shalat yang dilakukan secara benar
akan membawa pengaruh positif kepada pelakunya. Dan pada kesempatan ini,
marilah kita mempelajari manfaat-manfaat shalat. Kemudian kita tanyakan kepada
diri sendiri, sudahkah aku merasakan manfaat shalat?
1.
Shalat adalah simbol
ketenangan.
Diriwayatkan
oleh Imam Abu Dawud rahimahullâh dalam Sunan-nya:
Suatu
hari ‘Abdullah bin Muhammad al- Hanafiyah rahimahullâh pergi bersama bapaknya
menjenguk saudara mereka dari kalangan Anshar. Kemudian datanglah waktu shalat.
Dia pun memanggil pelayannya, ”Wahai pelayan, ambillah air wudhu! Semoga dengan
shalat aku bisa beristirahat,” Kami pun mengingkari perkataannya. Dia berkata:
“Aku mendengar Nabi Muhammad bersabda, ’Berdirilah ya Bilal, istirahatkanlah
kami dengan shalat!’.”
2.
Shalat adalah cahaya.
Ambillah
cahaya dari shalat-shalat kita. Ingatlah, cahaya shalat bukanlah cahaya biasa.
Dia cahaya yang diberikan oleh Penguasa alam semesta ini. Diberikan untuk
menunjuki manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan ketaatan kepada Allâh Rabul
‘alamin.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullâh, dari sahabat Abu
Mâlik al-’Asy’ari radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam
bersabda: (dan shalat itu adalah cahaya).
3.
Shalat sebagai obat
dari kelalaian.
Lalai
adalah penyakit berbahaya yang menimpa banyak manusia. Lalai mengantarkan
manusia kepada berbagai kesesatan, bahkan menjadikan manusia tenggelam di
dalamnya. Mereka akan menanggung akibat dari kelalaian yang mereka alami di
dunia maupun di akhirat kelak. Sehingga lalai menjadi penutup yang menutupi
hati manusia. Hati yang tertutup kelalaian, menyebabkan kebaikan akan sulit
sampai padanya. Tetapi menegakkan shalat sesuai dengan syarat dan rukunnya,
dengan menjaga sunnah dan khusyu di dalamnya, insya Allâh akan menjadi obat
paling mujarab dari kelalaian ini, membersihkan hati dari kotoran-kotorannya.
Allâh Ta'âla berfirman:
ä.ø$#ur /§
Îû
Å¡øÿtR %Yæ|Øn@ ZpxÿÅzur tbrßur Ìôgyfø9$#
z`ÏB ÉAöqs)ø9$#
Íirßäóø9$$Î/
ÉA$|¹Fy$#ur
wur `ä3s? z`ÏiB tû,Î#Ïÿ»tóø9$#
ÇËÉÎÈ
(Qs.
al-A’raf/7:205)
Dan
sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan
dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang lalai. (Qs. al-A’ra/7:205)
Berkata Imam Mujahid
rahimahullâh:
“Waktu pagi adalah
shalat Subuh dan waktu petang adalah shalat ‘Ashar”.
Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ
الْمَكْتُوْبَاتِ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ
Barang siapa yang
menjaga shalat-shalat wajib,
maka ia tidak akan
ditulis sebagai orang-orang yang lalai.[4]
4.
Shalat sebagai solusi
problematika hidup.
Sudah
menjadi sifat dasar manusia ketika dia tertimpa musibah dan cobaan, dia akan
mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Maka tidak ada cara yang
lebih manjur dan lebih hebat dari shalat. Shalat adalah sebaik-baik solusi
dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan kesulitan hidup. Karena tidak ada
cara yang lebih baik dalam mendekatkan diri seseorang dengan Rabb-nya kecuali
dengan shalat. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya
mengucapkan:
( أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ
رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ( رواه مسلم
Posisi
paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya yaitu ketika dia sujud, maka
perbanyaklah doa. (HR Muslim)
5.
Shalat mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar.
Sebagaimana
telah kita fahami, bahwasanya shalat akan membawa cahaya yang menunjukkan
pelakunya kepada ketaatan. Bersamaan dengan itu, maka shalat akan mencegah
pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana hal ini difirmankan
Allâh Ta'âla :
ã@ø?$#
!$tB zÓÇrré& y7øs9Î)
ÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur
no4qn=¢Á9$#
( cÎ)
no4qn=¢Á9$#
4sS÷Zs? ÇÆtã
Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìs3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur
«!$# çt9ò2r&
3 ª!$#ur
ÞOn=÷èt $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ
(Qs.
al-Ankabût/29:45)
Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Al-Qur‘an) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allâh (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allâh mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Qs. al-Ankabût/29:45)
Ketika
menafsirkan ayat ini, Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu'anhu mengatakan, “Dalam shalat
terdapat larangan dan peringatan dari bermaksiat kepada Allâh”.
6.
Shalat menghapuskan
dosa.
Selain
mendatangkan pahala bagi pelakunya, shalat juga menjadi penghapus dosa,
membersihkan manusia dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya.
Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ
أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي
مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ
الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا
“Apa
pendapat kalian, jika di depan pintu salah seorang dari kalian ada sungai
(mengalir); dia mandi darinya lima kali dalam sehari, apakah tersisa kotoran
darinya?” Para sahabat menjawab: “Tidak akan tertinggal kotoran sedikitpun”. Beliau
shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: “Demikianlah shalat lima waktu, Allâh
Ta'âla menghapuskan dengannya kesalahan-kesalahan”. (HR Bukhâri dan Muslim)
Inilah
sebagian manfaat shalat yang tak terhingga banyaknya, dari yang kita ketahui
maupun yang tersimpan di sisi Allâh Ta'âla. Oleh karena itu, marilah kita
memperhatikan diri kita masing-masing, sudahkah di antara manfaat-manfaat
tersebut yang kita rasakan? Ataukah kita masih menjadikan shalat sebagai salah
satu rutinitas hidup kita? Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang dicela
Allâh dalam firman-Nya:
(Qs.
al-Mâ’ûn/107:4-5)
×@÷uqsù ú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd
`tã
öNÍkÍEx|¹ tbqèd$y
ÇÎÈ
Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. (Qs. al-Mâ’ûn/107:4-5)
II.
Manfaat Zakat
Pertama,
sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya,
menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan
sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan
dan mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT
dalam surah at-Taubah: 103 dan surah ar-Ruum: 39. Dengan bersyukur, harta
dan nikmat yang dimiliki akan semakin bertambah dan berkembang.
Firman
Allah dalam surah Ibrahim: 7, Artinya: “Dan
(ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”
Kedua,
karena zakat merupakan hak mustahik,
maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir
miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah
SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki
dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat orang
kaya yang memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah
sekedar memenuhi kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat
konsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan
kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil
penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita. (Lihat berbagai
pendapat ulama dalam Yusuf al-Qaradhawi, Fikih Zakat, op. cit, hlm.
564) Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, disamping akan menimbulkan
sifat hasad dan dengki dari orang-orang yang miskin dan menderita, juga akan
mengundang azab Allah SWT.
Firman
Allah dalam surah An-Nisaa’:37, Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh
orang lain berbuat kikir, dan menyempurnakan karunia-Nya kepada mereka. Dan
Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir [1] siksa yang menghinakan. “ [1]Maksudnya
kafir terhadap nikmat Allah, ialah karena kikir, menyuruh orang lain berbuat
kikir. Menyembunyikan karunia Allah berarti tidak mensyukuri nikmat Allah.
Ketiga,
sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan
hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di
jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan
kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan
keluarganya.
Allah
berfirman dalam al_Baqarah: 273, Artinya: “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang
terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka
bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri
dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan sifat-sifatnya, mereka tidak
meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
Di
samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk konkret
dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat,
kehidupan orang-orang fakir, miskin dan orang-orang menderita lainnya, akan
terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk pengejawantahan
perintah Allah SWT untuk senantiasa melakukan tolong-menolong dalam kebaikan
dan takwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Maa’idah: 2,
Artinya:
“…Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa…”
Juga
hadits Rasulullah saw riwayat Imam Bukhari(Shaih Bukhari,
Riyadh: Daar el-Salaam, 2000, hlm. 3) dari Anas, bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak dikatakan (tidak sempurna) iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.”
Riyadh: Daar el-Salaam, 2000, hlm. 3) dari Anas, bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak dikatakan (tidak sempurna) iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.”
III.
Manfaat Haji
Dan di antara hikmah ibadah haji ini adalah:
1.
Mengikhlaskan Seluruh Ibadah
Beribadah semata-mata untuk Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan menghadapkan hati kepada-Nya dengan keyakinan bahwa tidak ada yang
diibadahi dengan hak, kecuali Dia dan bahwa Dia adalah satu-satunya pemilik
nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang mulia. Tidak ada sekutu bagi-Nya,
tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak ada tandingan-Nya.
Dan hal ini telah diisyaratkan dalam
firman-Nya. “Artinya : Dan ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah
untuk Ibrahim dengan menyatakan “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan
apapun dan sucikan rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, beribadah, ruku
dan sujud” [Al-Hajj : 26]
Mensucikan rumah-Nya di dalam hal ini adalah
dengan cara beribadah semata-mata kepada Allah di dekat rumah-Nya (Ka’bah) yang
mulia, membersihkan sekitar Ka’bah dari berhala-berhala, patung-patung,
najis-najis yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan serta dari segala hal yang
mengganggu orang-orang yang sedang menjalankan haji atau umrah atau hal-hal
lain yang menyibukkan (melalaikan) dari tujuan mereka.
2.
Mendapat Ampunan Dosa-Dosa dan Balasan Jannah
“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu umrah sampai umrah yang lain adalah sebagai
penghapus dosa antara keduanya dan tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali
jannah” [HR Bukhari dan Muslim, Bahjatun Nanzhirin no. 1275]
“Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku
mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa barang siapa
berhaji ke Baitullah ini karena Allah, tidak melakukan rafats dan fusuuq,
niscaya ia kembali seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya” [HR Bukhari]
Rafats : jima’ ; pendahuluannya dan ucapan
kotor, Fusuuq : kemaksiatan
Sesungguhnya barangsiapa mendatangi Ka’bah,
kemudian menunaikan haji atau umrah dengan baik, tanpa rafats dan fusuuq serta
dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, niscaya Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengampuni dosa-dosanya dan menuliskan jannah baginya. Dan hal inilah
yang didambakan oleh setiap mu’min dan mu’minah yaitu meraih keberuntungan
berupa jannah dan selamat dari neraka.
3.
Menyambut Seruan Nabi Ibrahima Alaihissalam
“Dan serulah manusia untuk berhaji, niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang
kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” [Al-Hajj : 27]
Nabi Ibrahim Alaihissalam telah menyerukan
(agar berhaji) kepada manusia. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan siapa
saja yang Dia kehendaki (untuk bisa) mendengar seruan Nabi Ibrahim Alaihissalam
tersebut dan menyambutnya. Hal itu berlangsung semenjak zaman Nabi Ibrahim
hingga sekarang.
4.
Menyaksikan Berbagai Manfaat Bagi Kaum Muslimin
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Agar
supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” [Al-Hajj : 28]
Alah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan
manfaat-manfaat dengan muthlaq (secara umum tanpa ikatan) dan mubham (tanpa
penjelasan) karena banyaknya dan besarnya menafaat-manfaat yang segera terjadi
dan nanti akan terjadi baik duniawi maupun ukhrawi.
Dan di antara yang terbesar adalah menyaksikan
tauhid-Nya, yakni mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
semata-mata. Mereka datang dengan niat mencari wajah-Nya yang mulia bukan
karena riya’ (dilihat orang lain) dan juga bukan karena sum’ah (dibicarakan
orang lain). Bahkan, mereka betauhid dan ikhlas kepada-Nya, serta mengikrarkan
(tauhid) di antara hamba-hamba-Nya, dan saling menasehati di antara orang-orang
yang datang (berhaji dan sebagainya,-pent) tentangnya (tauhid).
Mereka thawaf mengelilingi Ka’bah,
mengagungkan-Nya, menjalankan shalat di rumah-Nya, memohon karunia-Nya, berdo’a
supaya ibadah haji mereka diterima, dosa-dosa mereka diampuni, dikembalikan
dengan selamat ke nergara masing-masing dan diberi anugerah kembali lagi untuk
berdo’a dan merendah diri kepda-Nya.
Mereka mengucapkan talbiyah dengan keras,
sehingga didengar oleh orang yang dekat ataupun yang jauh, dan yang lain bisa
mempelajarinya agar mengetahui maknanya, merasakannya, mewujudkan di dalam
hati, lisan dan amalan mereka. Dan bahwa maknanya adalah : Mengikhlaskan ibadah
semata-mata untuk Allah dan beriman bahwa Dia adalah ‘ilah mereka yang haq,
Pencipta mereka, Pemberi rizki mereka, Yang diibadahi sewaktu haji dan lainnya.
5.
Saling Mengenal Dan Saling Menasehati
Dan di antara hikmah haji adalah bahwa kaum
muslimin bisa saling mengenal dan saling berwasiat dan menasehati dengan
al-haq. Mereka datang dari segala penjuru, dari barat, timur, selatan dan utara
Makkah, berkumpul di rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tua, di Arafah, di
Muzdalifah, di Mina dan di Makkah. Mereka saling mengenal, saling menasehati,
sebagian mengajari yang lain, membimbing, menolong, membantu untuk
maslahat-maslahat dunia akhirat, maslahat taklim tata cara haji, shalat, zakat,
maslahat bimbingan, pengarahan dan dakwah ke jalan Allah.
Mereka bisa mendengar dari para ulama, apa yang
bermanfaat bagi mereka yang di sana terdapat petunjuk dan bimbingan menuju
jalan yang lurus, jalan kebahagiaan menuju tauhidullah dan ikhlas kepada-Nya,
menuju ketaatan yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengetahui
kemaksiatan untuk dijauhi, dan supaya mereka mengetahui batas-batas Allah dan
mereka bisa saling menolong di dalam kebaikan dan takwa.
6.
Mempelajari Agama Allah Subhanahu wa Ta’ala
Dan di antara manfaat haji yang besar adalah
bahwa mereka bisa mempelajari agama Allah dilingkungan rumah Allah yang tua,
dan di lingkungann masjid Nabawi dari para ulama dan pembimbing serta memberi
peringatan tentang apa yang mereka tidak ketahui mengenai hukum-hukum agama,
haji, umrah dan lainnya. Sehingga mereka bisa menunaikan kewajiban mereka
dengan ilmu.
Dari Makkah inilah tertib ilmu itu, yaitu ilmu
tauhid dan agama. Kemudian (berkembang) dari Madinah, dari seluruh jazirah ini
dan dari seluruh negeri-negeri Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ada ilmu dan ahli
ilmu. Namun, semua asalnya adalah dari sini, dari lingkungan rumah Allah yang
tua.
Maka wajib bagi para ulama dan da’i, di mana
saja mereka berada, terlebih lagi di lingkungan rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala
ini, untuk mengajari manusia, orang-orang yang menunaikan haji dan umrah,
orang-orang asli dan pendatang serta para penziarah, tentang agama dan manasik
haji mereka.
Seorang Muslim diperintahkan untuk belajar,
bagaimanapun (keadaannya) ia, dimana saja dan kapan saja ; tetapi di lingkungan
rumah Allah yang tua, urusan ini (belajar agama) lebih penting dan mendesak.
Dan di antara tanda-tanda kebaikan dan
kebahagian seseorang adalah belajar tentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi bersabda : “Barangsiapa yang dikehendaki
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala memperoleh kebaikan, niscaya Dia menjadikan
faqih terhadap agama” [HR Bukhari, Kitab Al-Ilmi 3 bab : 14]
Di sini, di negeri Allah, di negerimu dan di
negeri mana saja, jika engkau dapati seorang alim ahli syari’at Allah, maka
pergunakanlah kesempatan. Janganlah engkau takabur dan malas. Karena ilmu itu
tidak bisa diraih oleh orang-orang yang takabur, pemalas, lemah serta pemalu.
Ilmu itu membutuhkan kesigapan dan kemauan yang tinggi.
Mundur dari menuntut ilmu, itu bukanlah sifat
malu, tetapi suatu kelemahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya :
Dan Allah tidak malu dari kebenaran” [Al-Ahzab : 53]
Karenanya seorang mukmin dan mukminah yang
berpandangan luas, tidak akan malu dalam bab ini ; bahkan ia maju, bertanya,
menyelidiki dan menampakkan kemusykilan yang ia miliki, sehingga hilanglah
kemusykilan tersebut.
7.
Menyebarkan Ilmu
Di antara manfaat haji adalah menyebarkan ilmu
kepada saudara-saudaranya yang melaksanakan ibadah haji dan teman-temannya
seperjalanan, yang di mobil, di pesawat terbang, di tenda, di Mekkah dan di
segala tempat. Ini adalah kesempatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
anugerahkan. Engkau bisa menyebarkan ilmu-mu dan menjelaskan apa yang engkau
miliki, akan tetapi haruslah dengan apa yang engkau ketahui berdasarkan
Al-Kitab dan As-Sunnah dan istimbath ahli ilmu dari keduanya. Bukan dari
kebodohan dan pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
8.
Memperbanyak Ketaatan
Di antara manfaat haji adalah memperbanyak
shalat dan thawaf, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya :
Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka ;
hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka
berthawaf sekeliling rumah yang tua itu (Ka’bah)” [Al-Hajj : 29]
Maka disyariatkan bagi orang yang menjalankan
haji dan umrah untuk memperbanyak thawaf semampunya dan memperbanyak shalat di
tanah haram. Oleh karena itu perbanyaklah shalat, qira’atul qur’an, tasbih,
tahlil, dzikir. Juga perbanyaklah amar ma’ruf nahi mungkar dan da’wah kepada
jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana banyak orang berkumpul dari Afrika,
Eropa, Amerika, Asia dan lainnya. Maka wajib bagi mereka untuk mempergunakan
kesempatan ini sebaik-baiknya.
9.
Menunaikan Nazar
Walaupun nazar itu sebaiknya tidak dilakukan,
akan tetapi seandainya seseorang telah bernadzar untuk melakukan ketaatan, maka
wajib baginya untuk memenuhinya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda. “Artinya : Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah
dia mentaati-Nya” [HR Bukhari]
Maka apabila seseorang bernadzar di tanah haram
ini berupa shalat, thawaf ataupun ibadah lainnya, maka wajib baginya untuk
menunaikannya di tanah haram ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya :
Dan hendaklah mereka menunaikan nadzar” [Al-Hajj : 29]
10.
Menolong Dan Berbuat Baik Kepada Orang Miskin
Di antara manfaat haji adalah bisa menolong dan
berbuat baik kepada orang miskin baik yang sedang menjalankan haji atau tidak
di negeri yang aman ini.
Seseorang dapat mengobati orang sakit,
menjenguknya, menunjukkan ke rumah sakit dan menolongnya dengan harta serta
obat. Ini semua termasuk manfaat-manfaat haji.
“Artinya : ….agar mereka menyaksikan berbagai
manfaat bagi mereka” [Al-Hajj : 28]
11.
Memperbanyak Dzikir Kepada Allah
Di negeri yang aman ini hendaklah memperbanyak
dzikir kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk dan bebaring, dengan
tasbih (ucapan Subhanallah), hamdalah (ucapan Alhamdulillah), tahlil (ucapan
Laa ilaaha ilallah), takbir (ucapan Allahu Akbar) dan hauqallah (ucapan Laa
haula wa laa quwata illa billah).
“Artinya : Dari Abu Musa Al-As’ari Radhiyallahu
‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Perumpamaan orang
yang mengingat Rabb-nya dan yang tidak mengingat-Nya adalah sebagai orang hidup
dan yang mati”. [HR Bukhari, Bahjatun Nadzirin no. 1434]
12.
Berdoa Kepada-Nya
Di antara manfaat haji, hendaknya
bersungguh-sungguh merendahkan diri dan terus menerus berdo’a kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, agar Dia menerima amal, membereskan hati dan perbuatan ;
agar Dia menolong untuk mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan memperbagus
ibadah kepada-Nya; agar Dia menolong untuk menunaikan kewajiban dengan sifat
yang Dia ridhai serta agar Dia menolong untuk berbuat baik kepada
hamba-hamba-Nya.
13.
Menunaikan Manasik Dengan Sebaik-Baiknya
Di antara manfaat haji, hendaknya
melaksanakannya dengan sesempurna mungkin, dengan sebaik-baiknya dan seikhlas
mungkin baik sewaktu melakukan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, berada di
Muzdalifah, melempar jumrah, maupun sewaktu shalat, qira’atul qur’an,
berdzikir, berdo’a dan lainnya. Juga hendaknya mengupayakannya dengan
kosentrasi dan ikhlas.
14.
Menyembelih Kurban
Di antara manfaat haji adalah menyembelih
(binatang) kurban, baik yang wajib tatkala berihram tammatu dan qiran, maupun
tidak wajib yaitu untuk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sewaktu haji wada’ Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah berkurban 100 ekor binatang. Para sahabat juga
menyembelih kurban. Kurban itu adalah suatu ibadah, karena daging kurban
dibagikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan di hari-hari Mina dan
lainnya.
IV.
Manfaat Puasa
Manfaat dan keuntungan Puasa:
1.
Ibadah Puasa
ternyata bisa menjadi sebagai sarana pencegahan dari sejumlah penyakit dan
gangguan kesehatan yang timbul akibat kebiasaan makan berlebihan dan
berkesinambungan sepanjang tahun tanpa pernah berhenti.
2.
Puasa bisa
menjadi sarana terapis untuk beberapa penyakit ganas dan kronis.
3.
Puasa juga
bisa membangkitkan kinerja seluruh proses vital yang berlangsung di dalam
tubuh, meningkatkan performanya. Ibadah puasa juga bisa meremajakan
komponen-komponen sel dasar dan energi sehingga lebih kuat.
4.
Puasa mampu
mengontrol dan menekan gejolak seksual yang berlebihan, terutama bagi kajum
muda-mudi. Karenanya, puasa seringkali dijadikan terapi mengurangi nafsu
sekssual.
5.
selanjutnya,
puasa dapat merangkum dua proses anabolisme dan kataolisme sekaligus dalam satu
waktu, sehingga ia bisa memenuhi pasokan glukosa sebagai satu-satunya bahan
bakar untuk sel otak dan sebagai bahan bakar utama seluruh jaringan lainnhya.
V.
Manfaat Thahara
Prof
Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan sekaligus neurology
berkebangsaan Austria, menemukan sesuatu yang menakjubkan terhadap wudlu. Ia
mengemukakan bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka yaitu sebelah dahi,
tangan, dan kaki. Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar.
Dari sini ia menghubungkan hikmah wudlu yang membasuh pusat-pusat syaraf
tersebut. Ia bahkan merekomendasikan agar wudlu bukan hanya milik dan kebiasaan
umat Islam, tetapi untuk umat manusia secara keseluruhan.
Dengan
senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti
orang akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya
Leopold memeluk agama Islam dan mengganti nama menjadi Baron Omar Rolf
Ehrenfels.
Ulama
Fikih juga menjelaskan hikmah wudlu sebagai bagian dari upaya untuk memelihara
kebersihan fisik dan rohani. Daerah yang dibasuh dalam air wudlu, seperti
tangan, daerah muka termasuk mulut, dan kaki memang paling banyak bersentuhan
dengan benda-benda asing termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah itu
yang harus dibasuh.
Ulama
tasawuf menjelaskan hikmah wudlu dengan menjelaskan bahwa daerah-daerah yang
dibasuh air wudlu memang daerah yang paling sering berdosa. Kita tidak tahu apa
yang pernah diraba, dipegang, dan dilakukan tangan kita. Banyak pancaindera
tersimpul di bagian muka.
Berapa
orang yang jadi korban setiap hari dari mulut kita, berapa kali berbohong,
memaki, dan membicarakan aib orang lain. Apa saja yang dimakan dan diminum. Apa
saja yang baru diintip mata ini, apa yang didengar oleh kuping ini, dan apa
saja yang baru dicium hidung ini? Ke mana saja kaki ini gentayangan setiap
hari? Tegasnya, anggota badan yang dibasuh dalam wudlu ialah daerah yang paling
riskan untuk melakukan dosa.
Organ
tubuh yang menjadi anggota wudlu disebutkan dalam QS al-Maidah [5]:6, adalah
wajah, tangan sampai siku, dan kaki sampai mata kaki. Dalam hadis riwayat
Muslim juga dijelaskan bahwa, air wudlu mampu mengalirkan dosa-dosa yang pernah
dilakukan oleh mata, penciuman, pendengaran, tangan, dan kakinya, sehingga yang
bersangkutan bersih dari dosa.
Kalangan
ulama melarang mengeringkan air wudlu dengan kain karena dalam redaksi hadis
itu dikatakan bahwa proses pembersihan itu sampai tetesan terakhir dari air
wudlu itu (ma’a akhir qathr al-ma’).
Wudlu
dalam Islam masuk di dalam Bab al-Thaharah (penyucian rohani), seperti halnya
tayammum, syarth, dan mandi junub. Tidak disebutkan Bab al-Nadhafah
(pembersihan secara fisik). Rasulullah SAW selalu berusaha mempertahankan
keabsahan wudlunya.
Yang
paling penting dari wudlu ialah kekuatan simboliknya, yakni memberikan rasa
percaya diri sebagai orang yang ‘bersih’ dan sewaktu-waktu dapat menjalankan
ketaatannya kepada Tuhan, seperti mendirikan shalat, menyentuh atau membaca
mushaf Alquran. Wudlu sendiri akan memproteksi diri untuk menghindari apa yang
secara spiritual merusak citra wudlu. Dosa dan kemaksiatan berkontradiksi
dengan wudlu.
0 komentar:
Post a Comment