IBlog Market

IBX5A43E631671FD

Sunday, 5 October 2014

“SYARI’AT DAN HAKIKAT”




“SYARI’AT DAN HAKIKAT”














Di Susun Oleh  :
Kelompok 11

                                                          
                                         Nama Kelompok  :
                                                          
                                  Ahmad Jabir (11351103804)
                           Dwi Defrianto Arizal (11351100802)
                            Prayudha Murdhani (11351103067)



TIF I SEMESTER EMPAT

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS SULTAN SYARIF KASIM RIAU
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
PEKANBARU
2014

DAFTAR ISI

Daftar Isi   .......................................................................................................................     2
Bab I Pendahuluan   .......................................................................................................     3
      I.I     Latar Belakang   ...............................................................................................     3
      I.II    Rumusan Masalah   ..........................................................................................     4
      I.III  Tujuan Penulisan   ............................................................................................     4
Bab II Pengertian Syari’at dan Hakikat .........................................................................     5
      II.I    Pengertian Syari’at dalam Islam   ....................................................................     5
      II.II  Pengertian Hakikat   ........................................................................................     7
Bab III Hubungan Antara Syari’at dan Hakikiat  ..........................................................     9
      III.I  Hubungan Syari’at dan Hakikiat ....................................................................     9
Bab IV Penutup ..............................................................................................................   13
      IV.I Kesimpulan   ....................................................................................................   13
Daftar Pustaka   ..............................................................................................................   14














BAB I
PENDAHULUAN


I. I.      Latar Belakang

Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (berbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.

Dalam ilmu tasawuf ada empat tingkatan ilmu, yakni : syariat, tarekat, makrifat dan hakikat. Syariat, sebagai ilmu yang paling awal, mempelajari tentang amal iba­dat dan muamalat secara lahir. Tarekat, sebagai ilmu kedua, mempelajari tentang latihan-latihan rohani dan jasmani yang di­lakukan sekelompok umat Islam (para sufi) menurut ajaran-ajaran tertentu, yang tujuan pokoknya adalah untuk memperte­bal iman dalam hati para pengikutnya, se­hingga tidak ada lagi yang lebih indah dan dicintai selain daripada Allah.

Makrifat, sebagai tingkat ketiga, mempelajari ten­tang bagaimana mengetahui sesuatu de­ngan seyakin-yakinnya. Makrifat yang di­maksud di sini, adalah ma`rifatullah (me­ngenal Allah) baik zat-Nya, sifat-Nya mau­pun asma-Nya. Hakikat, sebagai tingkat terakhir dan lanjutan dari makrifat, berusaha menunjukkan hasil dari makrifat itu ke dalam wujud yang sebenar-benarnya, atau pada tingkat kebenaran yang paling tinggi. Hakikat itu baru akan dicapai sesudah seseorang memperoleh makrifat yang sebenar­-benarnya.
Namun dalam penulisan Makalah ini kami sebagai kelompok dari penyusun Makalah hanya menjelaskan Syari’at dan Hakikat se-bagaimana yang telah di tugaskan kepada kelompok kami yaitu Hakikat dan Syariat.

Hakikat adalah bagian dari Syari’at. Syariat terdiri dari tiga bagian yang tidak dapat dipisahkan yaitu pengetahuan, tindakan dan keikhlasan atau bahasa lainnya iman, amal dan intuisi (perasaan). Tidak mungkin pengetahuan tanpa tindakan akan memperoleh keikhlasan, demikian pula mustahil tindakan tanpa pengetahuan akan memperoleh keikhlasan. Keikhlasan adalah tujuan, melalui tindakan dengan berbekal pengetahuan. Oleh karena itu syariah meraup segala kebaikan di dunia dan akhirat, serta tidak ada lagi yang tercecer, sehingga seseorang harus mencari diluar syariat. Apabila seseorang patuh terhadap syariat, niscaya akan memperoleh perkenan Allah SWT.
Hakikat sering di artikan sebagai Kebenaran yg essensial, sedangkan Syari’at adalah Hukum yang mengatur. Dalam Tasawuf istilah-istilah tersebut digunakan untuk menuju Ma’rifatullah (Mengetahui atau Mengenal Allah SWT.)

I. II.     Rumusan Masalah
Sebelum masuk ke materi pembahasan mengenai Syari’at(Hukum/Ketentuan) dan Hakikat(Kebenaran) ada baiknya mengetahui masalah-masalah apa saja yang terdapat dalam Syari’at dan Hakikat serta perlu memahami hal-hal sebagai berikut :
1.      Apakah pengertian dari Syari’at ?
2.      Apakah pengertian dari Hakikat ?
3.      Apa hubungan Syari’at dan Hakikat ?
4.      Adakah dalil yang menjelaskan Syari’at dan Hakikat  ?

I. III.   Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui istilah-istilah yang di gunakan dalam Tasawuf/Sufi.
2.      Mengenal apa saja yang Syari’at dan Hakikat.
3.      Mengetahui Hubungan Syari’at dan Hakikat dalam Islam.


BAB II
PENGERTIAN SYARI’AT DAN HAKIKAT

II. I.     Pengertian Syari’at dalam Islam

Syari’at Islam (شريعة إسلامية Syariat Islamiyyah) adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syari’at Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syari’at Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.

Tasawuf dalam arti sikap rohani takwa yang selalu ingin dekat dengan Allah SWT, dihubungkan dengan arti syari’at dalam arti luas yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia, baik hablum minallah, hablum minannas, maupun hablum minal ‘alam, mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat dalam arti hakiki harus sepadan, simultan dengan tujuan tasawuf, yaitu melaksanakan hakikat ubudiyah guna memperoleh tauhid yang haqqul yaqin dan makrifatullah yang tahqiq.

Untuk mencapai tujuan tasawuf dalam artian ini, maka seluruh aktifitas syari’at harus digerakkan, dimotivasi, didasarkan dan dijiwai oleh hati nurani yang ikhlas lillahi ta’ala untuk memperoleh ridha Allah dan kemaslahatan umat yang menjadi tujuan syari’at. Setelah itu, memperkokoh dan mentahqiqkan tauhid makrifatullah sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an, yang artinya:

 “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahku.”(Q.S. adz-Dzariyat[51] : 56)




Sebagian orang juga mengartikan Syari’at sebagai 'Pandangan Hidup' (syara), 'Pegangan Hidup' (syariah), dan 'Perjuangan Hidup' (manhaj) yg diwahyukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala utk seluruh umat manusia, agar diketahui, dipatuhi, dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupannya.

Seorang muslim yg ISLAM orientasi akan selalu setia pada syariat dalam berbagai persoalan hidupnya dengan senantiasa berpedoman kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Allah berfirman yang artinya :
" (Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama^1341 dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)".
(QS Asy-Syura [42]:13) 1341: Yang dimaksud : "agama" di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta menta'ati segala perintah dan larangan-Nya.
               Dan Allah kembali berfirman yang artinya:
(Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS Al-Maidah [5]:48).

II. II.   Pengertian Hakikat

Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-­benar ada. Yng berasal dari kata  hak (al-Haq), yang berarti milik (ke­punyaan) atau benar (kebenaran). kata Haq, secara khusus oleh orang-orang sufi sering digunakan sebagai istilah untuk Allah, sebagai pokok (sumber) dari segala kebenaran, sedangkan yang berlawanan dengan itu semuanya disebut batil (yang tidak benar).

Menurut bahasa Hakikat artinya kebenaran atau seesuatu yang sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Karena itu dapat dikatakan hakikat syariat adalah inti dan jiwa dari suatu syariat itu sendiri. Dikalangan tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.

Jadi, Hakikat dapat diartikan sebagai "kebenaran" atau "kenyataan", seakar dgn kata al-Haqq, "reality", "Absolut" adalah kebenaran esoteris yg merupakan batas-batas dari transendensi dan teologis.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Sungguh, yg demikian itu adalah hakikat yg meyakinkan maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Maha Besar." (QS Al-Waqiah [56]: 95-96)
"Maka ikutilah DIA Tuhanmu yang hakiki. Tidak ada sesudah kepastian itu melainkan kesesatan. Tetapi bagaimanakah kamu dapat dipalingkan dari kebenaran?" (QS Yunus [10]: 32)

Ilmu "Hakikat" ini termasuk ilmu Maknun (Ilmu yg tersimpan) yg tidak boleh disebarkan kecuali kepada ahlinya, karena mengandung unsur yg membahayakan bagi orang awam (kebanyakan), sebagaimana yg diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. berikut ini:
"Saya meriwayatkan dari Rasulullah Saw. dua wadah ilmu: salah satunya telah saya sebarkan kepada kalian, adapun yg kedua seandainya saya sebarkan kepada kalian, niscaya kalian akan mengasah pisau utk memotong leherku ini (dua wadah itu ialah Syariat dan Hakikat)".

Al-Ghazali menegaskan bahwa Ilmu Hakikat termasuk ilmu rahasia yangg kelihatannya bertentangan dgn Ilmu yari'at, namun hakekatnya tidaklah bertentangan.
Ilmu ini, yg tidak boleh ditulis dan tidak boleh disebar-luaskan secara umum, tetapi harus disembunyikan kecuali kepada orang-orang yg terpercaya (yang dapat menyimpan amanah), sebagaimana yg diungkapkan oleh Imam Ali Zainuddin bin Husein bin Ali bin Abu Thalib.
"Banyak Ilmu bagaikan mutu manikam. Seandainya aku sebar-luaskan,niscaya orang-orang menganggapku termasuk para penyembah berhala, dan banyak tokoh kaum Muslimin menganggap halal darahku hingga mereka menganggap membunuhku itu lebih baik."

Hakikat juga disebut 'lubb' ("dalam", "saripati", "inti") kaitannya dgn sebuah frase Al-Qur'an (dlm surah Al-Qashash ayat 29, dan ayat2 lain).
Ulul Albab (orang yang memiliki pengetahuan yang mendalam), yakni mereka yang memiliki pandangan atau pengertian tentang hakikat. Kaitannya dengan hal ini terdapat pada pepatah Sufi,
"Untuk mencapai Hakikat (inti), Anda harus mampu menghancurkan kulit",

Yang mengandung pengertian bahwa paham eksoterisme (perwujudan), melampaui batas-batas pemahaman eksoteris, karena esensi melampaui bentuk-bentuk luaran yg mana ia tidak dapat direduksikan kepada bentuk luaran yang bersifat eksoterik.



BAB III
HUBUNGAN ANTARA SYARI’AT DAN HAKIKAT

III. I.   Hubungan Syari’at dan Hakikat

Syariat bisa diibaratkan sebagai jasmani/badan tempat ruh berada sementara hakikat ibarat ruh yang menggerakkan badan, keduanya sangat berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan. Badan memerlukan ruh untuk hidup sementara ruh memerlukan badan agar memiliki wadah.

Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi guru Mursyid dari Ayahanda Prof. Dr. Saidi Syekh Kadirun Yahya MA. M.Sc mengibaratkan syariat laksana baju sedangkan hakikat ibarat badan. Dalam beberapa pantun yang Beliau ciptakan tersirat pesan-pesan tentang pentingnya merawat tubuh sebagai perhatian utama sedangkan merawat baju juga tidak boleh dilupakan.

Imam Malik mengatakan bahwa seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syariat dan hakikat secara bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya. Ada adagium cukup terkenal, “Hakikat tanpa syariat adalah kepalsuan, sedang syariat tanpa hakikat adalah sia-sia.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa bersyariat tanpa berhakikat, niscaya ia akan menjadi fasik. Sedang yang berhakikat tanpa bersyariat, niscaya ia akan menjadi zindik.Barangsiapa menghimpun keduanya [syariat dan hakikat], ia benar-benar telah berhakikat.”

Syariat adalah hukum-hukum atau aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk dijadikan pedoman kepada manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an hanya berupa pokok ajaran dan bersifat universal, karenanya Nabi yang merupakan orang paling dekat dengan Allah dan paling memahami Al-Qur’an menjelaskan aturan pokok tersebut lewat ucapan dan tindakan Beliau, para sahabat menjadikan sebagai pedoman kedua yang dikenal sebagai hadist. Ucapan Nabi bernilai tinggi dan masih sarat dengan simbol-simbol yang memerlukan keahlian untuk menafsirkannya.

Para sahabat sebagai orang-orang pilihan yang dekat dengan nabi merupakan orang yang paling memahami nabi, mereka paling mengerti akan ucapan Nabi karena memang hidup sezaman dengan nabi. Penafsiran dari para sahabat itulah kemudian diterjemahkan dalam bentuk hukum-hukum oleh generasi selanjutnya. Para ulama sebagai pewaris ilmu Nabi melakukan ijtihad, menggali sumber utama hukum Islam kemudian menterjemahkan sesuai dengan perkembangan zaman saat itu, maka lahirlah cabang-cabang ilmu yang digunakan sampai generasi sekarang. Sumber hukum Islam itu kemudian dikenal memiliki 4 pilar yaitu : Al-Qur’an, Hadist, Ijmak dan Qiyas, itulah yang kita kenal dengan syariat Islam.

Untuk melaksanakan Syariat Islam terutama bidang ibadah harus dengan metode yang tepat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga hasilnya akan sama. Sebagai contoh sederhana, Allah memerintahkan kita untuk shalat, kemudian Nabi melaksanakannya, para sahabat mengikuti. Nabi mengatakan, “Shalatlah kalian seperti aku shalat”. Tata cara shalat Nabi yang disaksikan oleh sahabat dan juga dilaksanakan oleh sahabat kemudian dijadikan aturan oleh Ulama, maka kita kenal sebagai rukun shalat yang 13 perkara. Kalau hanya sekedar shalat maka aturan 13 itu bisa menjadi pedoman untuk seluruh ummat Islam agar shalatnya standar sesuai dengan shalat Nabi. Akan tetapi, dalam rukun shalat tidak diajarkan cara supaya khusyuk dan supaya bisa mencapai tahap makrifat dimana hamba bisa memandang wajah Allah SWT.

Ketika memulai shalat dengan “Wajjahtu waj-hiya lillaa-dzii fatharas-samaawaati wal-ardho haniifam-muslimaw- wamaa ana minal-musy-rikiin..” Kuhadapkan wajahku kepada wajah-Nya Zat yang menciptakan langit dan bumi, dengan keadaan lurus dan berserah diri, dan tidaklah aku termasuk orang-orang yang musyrik. Seharusnya seorang hamba sudah menemukan chanel atau gelombang kepada Tuhan, menemukan wajahnya yang Maha Agung, sehingga kita tidak termasuk orang musyrik menyekutukan Tuhan. Kita dengan mudah menuduh musyrik kepada orang lain, tanpa sadar kita hanya mengenal nama Tuhan saja sementara yang hadir dalam shalat wajah-wajah lain selain Dia. Kalau wajah-Nya sudah ditemukan di awal shalat maka ketika sampai kepada bacaan Al-Fatihah, disana benar-benar terjadi dialog yang sangat akrab antara hamba dengan Tuhannya.

Syariat tidak mengajarkan hal-hal seperti itu karena syariat hanya berupa hukum atau aturan. Untuk bisa melaksanakan syariat dengan benar, ruh ibadah itu hidup, diperlukan metodologi pelaksanaan teknisnya yang dikenal dengan Tariqatullah jalan kepada Allah yang kemudian disebut dengan Tarekat. Jadi Tarekat itu pada awalnya bukan perkumpulan orang-orang mengamalkan zikir. Nama Tarekat diambil dari sebuah istilah di zaman Nabi yaitu Tariqatussiriah yang bermakna Jalan Rahasia atau Amalan Rahasia untuk mencapai kesempurnaan ibadah. Munculnya perkumpulan Tarekat dikemudian hari adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar orang-orang dalam ibadah lebih teratur, tertib dan terorganisir seperti nasehat Syaidina Ali bin Abi Thalib kw, “Kejahatan yang terorganisir akan bisa mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”.

Kalau ajaran-ajaran agama yang kita kenal dengan syariat itu tidak dilaksanakan dengan metode yang benar (Thariqatullah) maka ibadah akan menjadi kosong hanya sekedar memenuhi kewajiban agama saja. Shalat hanya mengikuti rukun-rukun dengan gerak kosong belaka, badan bergerak mengikuti gerakan shalat namun hati berkelana kemana-mana. Sepanjang shalat akan muncul berjuta khayalan karena ruh masih di alam dunia belum sampai ke alam Rabbani.

Ibadah haji yang merupakan puncak ibadah, diundang oleh Maha Raja Dunia Akhirat, seharusnya disana berjumpa dengan yang mengundang yaitu Pemilik Ka’bah, pemilik dunia akhirat, Tuhan seru sekalian alam, tapi yang terjadi yang dijumpai disana hanya berupa dinding dinding batu yang ditutupi kain hitam. Pada saat wukuf di arafah itu adalah proses menunggu, menunggu Dia yang dirindui oleh sekalian hamba untuk hadir dalam kekosongan jiwa manusia, namun yang ditunggu tak pernah muncul.
Disini sebenarnya letak kesilapan kaum muslim diseluruh dunia, terlalu disibukkan aturan syariat dan lupa akan ilmu untuk melaksanakan syariat itu dengan benar yaitu Tarekat. Ketika ilmu tarekat dilupakan bahkan sebagian orang bodoh menganggap ilmu warisan nabi ini sebagai bid’ah maka pelaksanaan ibadah menjadi kacau balau. Badan seolah-olah khusuk beribadah sementara hatinya lalai, menari-nari di alam duniawi dan yang didapat dari shalat itu bukan pahala tapi ancaman Neraka Wail. Harus di ingat bawah “Lalai” yang di maksud disana bukan sekedar tidak tepat waktu tapi hati sepanjang ibadah tidak mengingat Allah. Bagaimana mungkin dalam shalat bisa mengingat Allah kalau diluar shalat tidak di latih ber-Dzikir (mengingat) Allah? dan bagaimana mungkin seorang bisa berdzikir kalau jiwanya belum disucikan? Urutan latihannya sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al ‘Ala, “Beruntunglah orang yang telah disucikan jiwanya/ruhnya, kemudian dia berdzikir menyebut nama Tuhan dan kemudian menegakkan shalat”.
















BAB IV
PENUTUP

IV. I.   KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa Hakikat adalah bagian dari Syari’at. Syariat terdiri dari tiga bagian yang tidak dapat dipisahkan yaitu pengetahuan, tindakan dan keikhlasan atau bahasa lainnya iman, amal dan intuisi (perasaan). Tidak mungkin pengetahuan tanpa tindakan akan memperoleh keikhlasan, demikian pula mustahil tindakan tanpa pengetahuan akan memperoleh keikhlasan. Keikhlasan adalah tujuan, melalui tindakan dengan berbekal pengetahuan. Oleh karena itu syariah meraup segala kebaikan di dunia dan akhirat, serta tidak ada lagi yang tercecer, sehingga seseorang harus mencari diluar syariat. Apabila seseorang patuh terhadap syariat, niscaya akan memperoleh perkenan Allah SWT.

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah sesuai dengan hakikat di dalam Al-Qur’an.

Ibaratkan sebagai jasmani/badan tempat ruh berada sementara hakikat ibarat ruh yang menggerakkan badan, keduanya sangat berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan. Badan memerlukan ruh untuk hidup sementara ruh memerlukan badan agar memiliki wadah. Jadi, Hakikat dan Syari’at sebenarnya sama, namun perbedaanya hanya pada penjabaran nya saja.





DAFTAR PUSTAKA

http://hariswanindra.blogspot.com/2011/09/tentang-syariat-hakikat-dan-marifat.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Syariat

http://konsepblackbook.blogspot.com/2012/03/hakikat-manusia-menurut-islam.html

http://salwintt.wordpress.com/artikel/109-2/apakah-ilmu-hakekat-itu/

http://sufimuda.net/2013/04/25/syariat-tarekat-hakikat-dan-makrifat-itu-satu/

http://buletinmitsal.wordpress.com/about/antara-syariat-thariqat-dan-hakikat/

http://copast-master.blogspot.com/2013/05/makalah-hubungan-antara-syariat-dan.html

http://netlog.wordpress.com/category/antara-syariat-dan-tasawuf/

http://abuayaz.blogspot.com/2012/01/apa-itu-syariat-tareqat-hakikat-dan.html

0 komentar:

Post a Comment