“SYARI’AT DAN HAKIKAT”
Di Susun Oleh :
Kelompok 11
Nama Kelompok :
Ahmad
Jabir (11351103804)
Dwi
Defrianto Arizal (11351100802)
Prayudha
Murdhani (11351103067)
TIF I SEMESTER
EMPAT
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN
TEKNIK INFORMATIKA
PEKANBARU
2014
DAFTAR ISI
Daftar
Isi ....................................................................................................................... 2
Bab
I Pendahuluan ....................................................................................................... 3
I.I Latar
Belakang ............................................................................................... 3
I.II Rumusan
Masalah .......................................................................................... 4
I.III Tujuan
Penulisan ............................................................................................ 4
Bab
II Pengertian Syari’at dan Hakikat ......................................................................... 5
II.I Pengertian
Syari’at dalam Islam .................................................................... 5
II.II Pengertian
Hakikat ........................................................................................ 7
Bab
III Hubungan Antara Syari’at dan Hakikiat .......................................................... 9
III.I Hubungan
Syari’at dan Hakikiat .................................................................... 9
Bab
IV Penutup .............................................................................................................. 13
IV.I Kesimpulan .................................................................................................... 13
Daftar
Pustaka .............................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
I. I. Latar
Belakang
Tasawuf
(Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab:
تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa,
menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian
yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi)
dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi
mistisme
Islam.
Tarekat
(berbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan
Syiah,
Sunni,
cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi
muncul di Timur Tengah pada abad ke-8,
sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.
Dalam ilmu tasawuf ada empat tingkatan ilmu, yakni :
syariat, tarekat, makrifat dan hakikat. Syariat, sebagai ilmu yang paling awal,
mempelajari tentang amal ibadat dan muamalat secara lahir. Tarekat, sebagai
ilmu kedua, mempelajari tentang latihan-latihan rohani dan jasmani yang dilakukan
sekelompok umat Islam (para sufi) menurut ajaran-ajaran tertentu, yang tujuan
pokoknya adalah untuk mempertebal iman dalam hati para pengikutnya, sehingga
tidak ada lagi yang lebih indah dan dicintai selain daripada Allah.
Makrifat, sebagai tingkat ketiga, mempelajari tentang
bagaimana mengetahui sesuatu dengan seyakin-yakinnya. Makrifat
yang dimaksud di sini, adalah ma`rifatullah (mengenal Allah) baik zat-Nya,
sifat-Nya maupun asma-Nya. Hakikat, sebagai tingkat terakhir dan lanjutan dari
makrifat, berusaha menunjukkan hasil dari makrifat itu ke dalam wujud yang
sebenar-benarnya, atau pada tingkat kebenaran yang paling tinggi. Hakikat itu
baru akan dicapai sesudah seseorang memperoleh makrifat yang sebenar-benarnya.
Namun dalam penulisan Makalah ini kami sebagai
kelompok dari penyusun Makalah hanya menjelaskan Syari’at dan Hakikat
se-bagaimana yang telah di tugaskan kepada kelompok kami yaitu Hakikat dan
Syariat.
Hakikat adalah bagian dari Syari’at. Syariat terdiri dari tiga bagian yang tidak dapat
dipisahkan yaitu pengetahuan, tindakan dan keikhlasan atau bahasa lainnya iman,
amal dan intuisi (perasaan). Tidak mungkin pengetahuan tanpa tindakan akan
memperoleh keikhlasan, demikian pula mustahil tindakan tanpa pengetahuan akan
memperoleh keikhlasan. Keikhlasan adalah tujuan, melalui tindakan dengan
berbekal pengetahuan. Oleh karena itu syariah meraup segala kebaikan di dunia
dan akhirat, serta tidak ada lagi yang tercecer, sehingga seseorang harus
mencari diluar syariat. Apabila seseorang patuh terhadap syariat, niscaya akan
memperoleh perkenan Allah SWT.
Hakikat
sering di artikan sebagai Kebenaran yg essensial, sedangkan Syari’at adalah Hukum yang mengatur.
Dalam Tasawuf istilah-istilah tersebut digunakan untuk menuju
Ma’rifatullah (Mengetahui atau
Mengenal Allah SWT.)
I. II. Rumusan
Masalah
Sebelum masuk ke
materi pembahasan mengenai Syari’at(Hukum/Ketentuan) dan Hakikat(Kebenaran) ada
baiknya mengetahui masalah-masalah apa saja yang terdapat dalam Syari’at dan
Hakikat serta perlu memahami hal-hal sebagai berikut :
1.
Apakah
pengertian dari Syari’at ?
2.
Apakah
pengertian dari Hakikat ?
3.
Apa hubungan
Syari’at dan Hakikat ?
4.
Adakah dalil
yang menjelaskan Syari’at dan Hakikat ?
I. III. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui istilah-istilah yang di gunakan dalam Tasawuf/Sufi.
2. Mengenal
apa saja yang Syari’at dan Hakikat.
3. Mengetahui
Hubungan Syari’at dan Hakikat dalam Islam.
BAB II
PENGERTIAN SYARI’AT DAN HAKIKAT
PENGERTIAN SYARI’AT DAN HAKIKAT
II. I. Pengertian Syari’at dalam
Islam
Syari’at
Islam (شريعة
إسلامية Syariat
Islamiyyah) adalah hukum atau peraturan
Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum
dan aturan, syari’at Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan
ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syari’at Islam merupakan panduan
menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia
ini.
Tasawuf dalam arti sikap rohani
takwa yang selalu ingin dekat dengan Allah SWT, dihubungkan dengan arti
syari’at dalam arti luas yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia, baik hablum minallah, hablum minannas, maupun hablum minal ‘alam,
mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mengisi antara satu dengan yang
lainnya. Untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat dalam arti hakiki harus
sepadan, simultan dengan tujuan tasawuf, yaitu melaksanakan hakikat ubudiyah
guna memperoleh tauhid yang haqqul yaqin dan makrifatullah yang tahqiq.
Untuk mencapai tujuan tasawuf dalam
artian ini, maka seluruh aktifitas syari’at harus digerakkan, dimotivasi,
didasarkan dan dijiwai oleh hati nurani yang ikhlas lillahi ta’ala untuk
memperoleh ridha Allah dan kemaslahatan umat yang menjadi tujuan syari’at.
Setelah itu, memperkokoh dan mentahqiqkan tauhid makrifatullah sebagaimana yang
tercantum dalam al-Qur’an, yang artinya:
“dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahku.”(Q.S.
adz-Dzariyat[51] : 56)
Sebagian orang juga mengartikan Syari’at sebagai 'Pandangan
Hidup' (syara), 'Pegangan Hidup' (syariah), dan 'Perjuangan
Hidup' (manhaj) yg diwahyukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala utk
seluruh umat manusia, agar diketahui, dipatuhi, dan dilaksanakan dalam hidup
dan kehidupannya.
Seorang muslim yg ISLAM orientasi akan selalu setia pada syariat dalam berbagai
persoalan hidupnya dengan senantiasa
berpedoman kepada Al-Qur'an
dan As-Sunnah. Allah berfirman yang artinya
:
" (Dia telah mensyari'atkan
bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang
telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama^1341 dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)".
(QS Asy-Syura [42]:13) 1341: Yang
dimaksud : "agama" di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman
kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta menta'ati
segala perintah dan larangan-Nya.
Dan Allah kembali berfirman yang artinya:
(Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara
mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk
tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu, (QS Al-Maidah [5]:48).
II. II. Pengertian Hakikat
Hakikat (Haqiqat)
adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada. Yng
berasal dari kata hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan)
atau benar (kebenaran). kata Haq, secara khusus oleh orang-orang sufi sering
digunakan sebagai istilah untuk Allah, sebagai pokok (sumber) dari segala
kebenaran, sedangkan yang berlawanan dengan itu semuanya disebut batil (yang
tidak benar).
Menurut bahasa Hakikat artinya
kebenaran atau seesuatu yang sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu. Dapat
juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi
jiwa sesuatu. Karena itu dapat dikatakan hakikat syariat adalah inti dan jiwa
dari suatu syariat itu sendiri. Dikalangan tasawuf orang mencari hakikat diri
manusia yang sebenarnya karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar
diri. Sama dengan pengertian itu mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan
rahasia.
Jadi, Hakikat dapat diartikan sebagai "kebenaran"
atau "kenyataan", seakar dgn kata al-Haqq,
"reality", "Absolut" adalah kebenaran esoteris yg merupakan
batas-batas dari transendensi dan teologis.
Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
"Sungguh, yg demikian itu
adalah hakikat yg meyakinkan maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu
Yang Maha Besar." (QS Al-Waqiah [56]: 95-96)
"Maka ikutilah DIA Tuhanmu yang
hakiki. Tidak ada sesudah kepastian itu melainkan kesesatan. Tetapi
bagaimanakah kamu dapat dipalingkan dari kebenaran?" (QS Yunus
[10]: 32)
Ilmu "Hakikat" ini termasuk ilmu Maknun
(Ilmu yg tersimpan) yg tidak boleh disebarkan kecuali kepada ahlinya, karena
mengandung unsur yg membahayakan bagi orang awam (kebanyakan), sebagaimana yg
diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. berikut ini:
"Saya meriwayatkan dari
Rasulullah Saw. dua wadah ilmu: salah satunya telah saya sebarkan kepada
kalian, adapun yg kedua seandainya saya sebarkan kepada kalian, niscaya kalian
akan mengasah pisau utk memotong leherku ini (dua wadah itu ialah Syariat dan
Hakikat)".
Al-Ghazali menegaskan bahwa Ilmu Hakikat termasuk ilmu
rahasia yangg kelihatannya bertentangan dgn Ilmu yari'at, namun hakekatnya
tidaklah bertentangan.
Ilmu ini, yg tidak boleh ditulis dan tidak boleh disebar-luaskan secara umum, tetapi harus disembunyikan kecuali kepada orang-orang yg terpercaya (yang dapat menyimpan amanah), sebagaimana yg diungkapkan oleh Imam Ali Zainuddin bin Husein bin Ali bin Abu Thalib.
Ilmu ini, yg tidak boleh ditulis dan tidak boleh disebar-luaskan secara umum, tetapi harus disembunyikan kecuali kepada orang-orang yg terpercaya (yang dapat menyimpan amanah), sebagaimana yg diungkapkan oleh Imam Ali Zainuddin bin Husein bin Ali bin Abu Thalib.
"Banyak Ilmu bagaikan mutu
manikam. Seandainya aku sebar-luaskan,niscaya orang-orang menganggapku termasuk
para penyembah berhala, dan banyak tokoh kaum Muslimin menganggap halal darahku
hingga mereka menganggap membunuhku itu lebih baik."
Hakikat juga disebut 'lubb' ("dalam",
"saripati", "inti") kaitannya dgn sebuah frase Al-Qur'an
(dlm surah Al-Qashash ayat 29, dan ayat2 lain).
Ulul Albab (orang yang memiliki
pengetahuan yang mendalam),
yakni mereka yang memiliki
pandangan atau pengertian tentang hakikat. Kaitannya dengan hal ini
terdapat pada pepatah Sufi,
"Untuk mencapai Hakikat (inti),
Anda harus mampu menghancurkan kulit",
Yang mengandung pengertian bahwa paham
eksoterisme (perwujudan), melampaui batas-batas pemahaman eksoteris, karena
esensi melampaui bentuk-bentuk luaran yg mana ia tidak dapat
direduksikan kepada bentuk
luaran yang bersifat eksoterik.
BAB III
HUBUNGAN ANTARA SYARI’AT DAN HAKIKAT
HUBUNGAN ANTARA SYARI’AT DAN HAKIKAT
III. I. Hubungan Syari’at dan
Hakikat
Syariat bisa diibaratkan
sebagai jasmani/badan tempat ruh berada sementara hakikat ibarat ruh yang
menggerakkan badan, keduanya sangat berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan.
Badan memerlukan ruh untuk hidup sementara ruh memerlukan badan agar memiliki
wadah.
Saidi Syekh Muhammad
Hasyim Al-Khalidi guru Mursyid dari Ayahanda Prof. Dr. Saidi Syekh Kadirun
Yahya MA. M.Sc mengibaratkan syariat laksana baju sedangkan hakikat ibarat
badan. Dalam beberapa pantun yang Beliau ciptakan tersirat pesan-pesan tentang
pentingnya merawat tubuh sebagai perhatian utama sedangkan merawat baju juga
tidak boleh dilupakan.
Imam Malik mengatakan
bahwa seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syariat dan hakikat
secara bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya. Ada adagium cukup terkenal,
“Hakikat tanpa syariat adalah kepalsuan, sedang syariat tanpa hakikat
adalah sia-sia.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa bersyariat tanpa
berhakikat, niscaya ia akan menjadi fasik. Sedang yang berhakikat tanpa
bersyariat, niscaya ia akan menjadi zindik.Barangsiapa menghimpun keduanya
[syariat dan hakikat], ia benar-benar telah berhakikat.”
Syariat adalah
hukum-hukum atau aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk
dijadikan pedoman kepada manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya. Apa
yang tertulis dalam Al-Qur’an hanya berupa pokok ajaran dan bersifat universal,
karenanya Nabi yang merupakan orang paling dekat dengan Allah dan paling
memahami Al-Qur’an menjelaskan aturan pokok tersebut lewat ucapan dan tindakan
Beliau, para sahabat menjadikan sebagai pedoman kedua yang dikenal sebagai
hadist. Ucapan Nabi bernilai tinggi dan masih sarat dengan simbol-simbol yang
memerlukan keahlian untuk menafsirkannya.
Para sahabat sebagai orang-orang
pilihan yang dekat dengan nabi merupakan orang yang paling memahami nabi,
mereka paling mengerti akan ucapan Nabi karena memang hidup sezaman dengan
nabi. Penafsiran dari para sahabat itulah kemudian diterjemahkan dalam bentuk
hukum-hukum oleh generasi selanjutnya. Para ulama sebagai pewaris ilmu Nabi
melakukan ijtihad, menggali sumber utama hukum Islam kemudian menterjemahkan
sesuai dengan perkembangan zaman saat itu, maka lahirlah cabang-cabang ilmu
yang digunakan sampai generasi sekarang. Sumber hukum Islam itu kemudian
dikenal memiliki 4 pilar yaitu : Al-Qur’an, Hadist, Ijmak dan Qiyas, itulah
yang kita kenal dengan syariat Islam.
Untuk melaksanakan
Syariat Islam terutama bidang ibadah harus dengan metode yang tepat sesuai
dengan apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilakukan Rasulullah SAW
sehingga hasilnya akan sama. Sebagai contoh sederhana, Allah memerintahkan kita
untuk shalat, kemudian Nabi melaksanakannya, para sahabat mengikuti. Nabi
mengatakan, “Shalatlah kalian seperti aku shalat”. Tata cara shalat Nabi yang
disaksikan oleh sahabat dan juga dilaksanakan oleh sahabat kemudian dijadikan
aturan oleh Ulama, maka kita kenal sebagai rukun shalat yang 13 perkara. Kalau
hanya sekedar shalat maka aturan 13 itu bisa menjadi pedoman untuk seluruh
ummat Islam agar shalatnya standar sesuai dengan shalat Nabi. Akan tetapi,
dalam rukun shalat tidak diajarkan cara supaya khusyuk dan supaya bisa mencapai
tahap makrifat dimana hamba bisa memandang wajah Allah SWT.
Ketika memulai shalat
dengan “Wajjahtu waj-hiya lillaa-dzii fatharas-samaawaati wal-ardho
haniifam-muslimaw- wamaa ana minal-musy-rikiin..” Kuhadapkan wajahku kepada
wajah-Nya Zat yang menciptakan langit dan bumi, dengan keadaan lurus dan
berserah diri, dan tidaklah aku termasuk orang-orang yang musyrik. Seharusnya seorang hamba sudah
menemukan chanel atau gelombang kepada Tuhan, menemukan wajahnya yang Maha
Agung, sehingga kita tidak termasuk orang musyrik menyekutukan Tuhan. Kita
dengan mudah menuduh musyrik kepada orang lain, tanpa sadar kita hanya mengenal
nama Tuhan saja sementara yang hadir dalam shalat wajah-wajah lain selain Dia.
Kalau wajah-Nya sudah ditemukan di awal shalat maka ketika sampai kepada bacaan
Al-Fatihah, disana benar-benar terjadi dialog yang sangat akrab antara hamba
dengan Tuhannya.
Syariat tidak mengajarkan
hal-hal seperti itu karena syariat hanya berupa hukum atau aturan. Untuk bisa
melaksanakan syariat dengan benar, ruh ibadah itu hidup, diperlukan metodologi
pelaksanaan teknisnya yang dikenal dengan Tariqatullah jalan kepada Allah yang
kemudian disebut dengan Tarekat. Jadi Tarekat itu pada awalnya bukan
perkumpulan orang-orang mengamalkan zikir. Nama Tarekat diambil dari sebuah
istilah di zaman Nabi yaitu Tariqatussiriah yang bermakna Jalan Rahasia atau
Amalan Rahasia untuk mencapai kesempurnaan ibadah. Munculnya perkumpulan
Tarekat dikemudian hari adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman
agar orang-orang dalam ibadah lebih teratur, tertib dan terorganisir seperti
nasehat Syaidina Ali bin Abi Thalib kw, “Kejahatan yang terorganisir akan bisa
mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”.
Kalau ajaran-ajaran agama
yang kita kenal dengan syariat itu tidak dilaksanakan dengan metode yang benar
(Thariqatullah) maka ibadah akan menjadi kosong hanya sekedar memenuhi
kewajiban agama saja. Shalat hanya mengikuti rukun-rukun dengan gerak kosong
belaka, badan bergerak mengikuti gerakan shalat namun hati berkelana
kemana-mana. Sepanjang shalat akan muncul berjuta khayalan karena ruh masih di
alam dunia belum sampai ke alam Rabbani.
Ibadah haji yang
merupakan puncak ibadah, diundang oleh Maha Raja Dunia Akhirat, seharusnya
disana berjumpa dengan yang mengundang yaitu Pemilik Ka’bah, pemilik dunia
akhirat, Tuhan seru sekalian alam, tapi yang terjadi yang dijumpai disana hanya
berupa dinding dinding batu yang ditutupi kain hitam. Pada saat wukuf di arafah
itu adalah proses menunggu, menunggu Dia yang dirindui oleh sekalian hamba
untuk hadir dalam kekosongan jiwa manusia, namun yang ditunggu tak pernah
muncul.
Disini sebenarnya letak
kesilapan kaum muslim diseluruh dunia, terlalu disibukkan aturan syariat dan
lupa akan ilmu untuk melaksanakan syariat itu dengan benar yaitu Tarekat.
Ketika ilmu tarekat dilupakan bahkan sebagian orang bodoh menganggap ilmu
warisan nabi ini sebagai bid’ah maka pelaksanaan ibadah menjadi kacau balau.
Badan seolah-olah khusuk beribadah sementara hatinya lalai, menari-nari di alam
duniawi dan yang didapat dari shalat itu bukan pahala tapi ancaman Neraka Wail.
Harus di ingat bawah “Lalai” yang di maksud disana bukan sekedar tidak tepat
waktu tapi hati sepanjang ibadah tidak mengingat Allah. Bagaimana mungkin dalam
shalat bisa mengingat Allah kalau diluar shalat tidak di latih ber-Dzikir
(mengingat) Allah? dan bagaimana mungkin seorang bisa berdzikir kalau jiwanya
belum disucikan? Urutan latihannya sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al
‘Ala, “Beruntunglah orang yang telah disucikan jiwanya/ruhnya, kemudian dia
berdzikir menyebut nama Tuhan dan kemudian menegakkan shalat”.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
IV. I. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa Hakikat adalah bagian
dari Syari’at. Syariat terdiri dari
tiga bagian yang tidak dapat dipisahkan yaitu pengetahuan, tindakan dan
keikhlasan atau bahasa lainnya iman, amal dan intuisi (perasaan). Tidak mungkin
pengetahuan tanpa tindakan akan memperoleh keikhlasan, demikian pula mustahil
tindakan tanpa pengetahuan akan memperoleh keikhlasan. Keikhlasan adalah
tujuan, melalui tindakan dengan berbekal pengetahuan. Oleh karena itu syariah
meraup segala kebaikan di dunia dan akhirat, serta tidak ada lagi yang
tercecer, sehingga seseorang harus mencari diluar syariat. Apabila seseorang
patuh terhadap syariat, niscaya akan memperoleh perkenan Allah SWT.
Manusia adalah makhluk paling sempurna
yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia
merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka
dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah sesuai dengan
hakikat di dalam Al-Qur’an.
Ibaratkan sebagai jasmani/badan tempat ruh berada sementara hakikat
ibarat ruh yang menggerakkan badan, keduanya sangat berhubungan erat dan tidak
bisa dipisahkan. Badan memerlukan ruh untuk hidup sementara ruh memerlukan
badan agar memiliki wadah. Jadi,
Hakikat dan Syari’at sebenarnya sama, namun perbedaanya hanya pada penjabaran
nya saja.
DAFTAR PUSTAKA
http://hariswanindra.blogspot.com/2011/09/tentang-syariat-hakikat-dan-marifat.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Syariat
http://konsepblackbook.blogspot.com/2012/03/hakikat-manusia-menurut-islam.html
http://salwintt.wordpress.com/artikel/109-2/apakah-ilmu-hakekat-itu/
http://sufimuda.net/2013/04/25/syariat-tarekat-hakikat-dan-makrifat-itu-satu/
http://buletinmitsal.wordpress.com/about/antara-syariat-thariqat-dan-hakikat/
http://copast-master.blogspot.com/2013/05/makalah-hubungan-antara-syariat-dan.html
http://netlog.wordpress.com/category/antara-syariat-dan-tasawuf/
http://abuayaz.blogspot.com/2012/01/apa-itu-syariat-tareqat-hakikat-dan.html
0 komentar:
Post a Comment